Wednesday, November 16, 2011

Galau...oh galau...

GALAU! Kayanya kata galau tuh lagi ngepop banget ya... Sekarang kalau gundah gulana sedikit dibilang galau. Semalam saya baca salah satu blog teman saya yang membahas masalah kata galau ini. Menurutnya, kata galau ini semakin di salah artikan. Menulis sebuah saja di salah satu social media aja langsung dikomen galau oleh temannya. Teman saya pun nampaknya irritated ya atas komen tersebut karena dia merasa bahwa orang yang komentar galau itu ga bisa bedain antara bekreativitas dengan sajak dan bergalau ria melalui social media. Menulis kata puitis sedikit saja langsung dicap sedang galau. Saya jadi berpikir, ini memang kata galau yang disalahartikan atau memang makna galau ini bisa diterapkan dalam konteks2 yang saat ini sedang booming...(read:  konteks social media). Nah mari kita melongok sebentar ke link di bawah ini:

http://kamusbahasaindonesia.org/galau/mirip

Menurut KBBI di link tersebut, kata galau dapat didefinisikan sebagai situasi dimana seseorang sedang dalam keadaan kacau pikiran. Sekarang yang jadi pertanyaan apakah orang yang berkreativitas dalam menulis sajak itu dapat diartikan sebagai orang yang sedang kacau pikirannya (read: galau)? Menurut saya pribadi sih beda ya.. Kalau memang berkreativitas dengan kata puitis itu selalu diartikan dengan galau, berarti pujangga2 besar menghabiskan hampir seluruh hidupnya dalam kegalauan atuh ya? Hmmm, kalo gitu pikiran mereka selalu kacau dong? Nah, inilah yang harus diluruskan. Menulis itu baik puisi maupun prosa tidak bisa dicap begitu saja sebagai satu kegalauan. Menulis itu merupakan buah pikiran yang dituangkan dalam kata2. Memang benar bahwa bahasa itu merefleksikan pikiran seseorang. Tapi menulis satu karya dengan kata romantis dan puitis tidak begitu saja diartikan buah kegalauan. Susah lo menuangkan perasaan dengan kata pilihan penuh makna seperti puisi. Saya saja yang kuliah di jurusan sastra belum mampu menelurkan puisi yang berbobot. Banyak aspek yang harus dipikirkan dalam menulis (apapun itu). Nah, saat pikiran sedang kacau, memang seringkali memancing kita jadi kreatif dalam menulis tapi tidak berarti setiap tulisan hasil satu kegalauan. Karena dalam menulis karya sastra tidak bisa sembarang galau... kalaupun galau juga tetap galau cerdas karena penulis harus mampu memikirkan aspek nilai sastra dalam tulisannya.

Nah, sekarang kalau kita mau pake kata galau, liat2 sikon deh. Jadi generasi cerdas lah yang bisa memilah dan memilih penggunaan kata. Kan malu kalau pake satu kata tapi malah salah makna dan tak tepat konteks. Mau gaya malah malu deh.....

Sunday, November 13, 2011

The sweetest pain

Hari ini baru ku tahu
rasa nyeri menusuk menatap satu waktu
Ku tahu ini kan terjadi
sakit ini kan menyergap hati
dulu kubayangkan lelehan airmata
berlari membasahi hati
namun tak kusangka
luka melapangkan hati
inilah luka termanis
membawamu pergi dari hati
tanpa tangis sedih
tanpa senyum miris
melepasmu bahagia untukku
karena ku tahu 
disana menanti seseorang bagiku
ku cabut akar-akar kasih dari hati 
karena kelak kan kutanam dengan benih pengganti
Terimaksih untuk cerita lama
tanpanya ku takkan pernah merasa