Menampung tulisan yang terlalu panjang untuk dijadikan status atau pun kicauan. Semoga tulisannya bermanfaat. Enjoy reading!!! Comments are welcomed.
Wednesday, July 22, 2015
Remember You, Remember Three Previous Dramas
Thursday, July 16, 2015
Gru: Pencuri Bulan tapi Orang Tua Penyayang
Entah untuk ke berapa kalinya aku menobton Despicable Me. Namun, malam ini berbeda. Aku mendapat sosok lain dari Gru.
Selama ini tingkah polah Margo, Edith dan Agnes juga para Minion mencuri perhatianku sehingga aq luput memperhatikan Gru. Otak kritisku hari ini lebih peka. Mungkin akibat doktrin-doktrin zaman kuliah sastra dulu. *Lupakan tentang kuliah*
Kembali ke Gru. Gru itu digambarkan sebagai penjahat yang tengah merencanakan aksi terbesar sepanjang masa yakni pencurian bulan. Sejak kecil Gru memang terobsesi dengan bulan. Ia mulai menggambar bulan, membuat purwa rupa roket dari makaroni, membuat roket sungguhan sampai akhirnya mencuri bulan. Saat menjelaskan obsesinya terhadap bulan ini, Gru kecil tidak mendapat respon positif dari ibuny. Ibunya terkesan mengacuhkan Gru dan relatif meremehkan Gru. Ya itu menurut interpretasi saya. Gru sepertinya tumbuh tanpa perhatian yang cukup dari ibunya. Ya mungkin kind of praiseless. Dingin. Itu yang tergambar dari sikap ibunya Gru.
Di sisi lain, Gru terpaksa mengadopsi Margo, Edith dan Agnes untuk memuluskan rencananya. Meski awalnya ia berniat memperalat anak-anak itu, tapi pada akhirnya Gru tulus menyayangi mereka. Di sinilah menariknya. Gru dibesarkan oleh ibu yang kurang hangat dan terkesan cuek. Namun Gru mampu menjadi orang tua yang baik, perhatian dan lembut (terlepas dari penampilannya yang menakutkan). Mungkin apa yang Gru rasakan saat kecil membuat dia bersikap menjadi orang tua yang lebih baik dari ibunya. Terlihat perubahan Gru, mulai dari acuh tak acuh sampai dengan hangatnya memberi kecupan selamat malam. Ooouuuhhhh...
Sisi Gru seperti ini yang aku suka. Padahal Gur juga anak-anaknya tak tahu persis kehangatan sebuah keluarga. Tapi mungkin itulah yang akhirnya membuat Gru menjadi penyayang pada anak-anak yang sebelumnya tidak mendapat kasih sayang.
Kelak aku ingin mencontoh Gru. Aku ingin menjadi orang tua yang hangat dan senantiasa mengekspresikan kasih sayang pada anak-anakku kelak. Aku ingin menjadi orang tua yang lebih baik dari orang tuaku. Cause I know how it feels. Growing up with less affection and warmth.
Tuesday, July 14, 2015
Idul Fitri: Momen Mengukuhkan Posisi
Apa makna dari Idul Fitri? Perayaan kemenangan? Momen silaturahmi? Saatnya berbagi? Rasanya ada makna lain selain yang telah disebutkan tadi.
Idul Fitri merupakan momen silaturahmi dimana banyak orang melakukan kunjungan ke sanak saudara, kerabat dan kolega. Momen ini juga dipakai untuk menggelar open house oleh beberapa orang. Pertanyaannya, siapakah yang berkunjung dan dikunjungi? Lalu orang seperti apa yang menggelar open house?
Kebanyakan orang yang dikunjungi adalah orang yang dituakan seperti orang tua, paman, bibi, kakak tertua, dsb. Tapi apa memang hanya memandang usia atau posisi dalam keluarga? Saya rasa tidak. Ada sebagian orang yang mengungjungi berdasarkan power yang lebih besar baik itu power dalam arti kedudukan atau harta. Selain itu faktor kedekatan atau keakraban pun mempengaruhi. Meski ada seseorang yang dituakan namun tidak memiliki power, jika ia memiliki kedekatan yang tinggi maka ia pun akan dikunjungi. Lantas bagaimana kalau tidak memiliki power dan kedekatan meski ia dituakan? Ya, jangan harap dikunjungi. Ia bisa mengunjungi untuk sekedar bersilaturahmi atau sekedar menunjukkan eksistensi.
Disamping hal kunjungan ini, gelaran open house tak kalah menarik untuk dicermati. Siapakah yang biasanya menggelar open house? Tak jauh berbeda dengan kasus di atas, tuan rumah open house biasanya adalah seseorang yang memiliki kekuasaan, kedudukan, materi berlimpah, popularitas dan sebagainya. Bagi orang-orang yang tidak memiliki hal di atas biasanya hanya akan menjadi tamu dalam acara open house tersebut. Karangan bunga, bingkisan, parsel hanya ditujukan bagi orang-orang penting yang kebanyakan adalah tuan rumah open house tersebut, ya kecuali bingkisan lebaran yang diterima pegawai.
Dua kasus diatas sebenarnya menggambarkan bahwa Idul Fitri di mana kita kembali suci tetap saja diwarnai oleh hal duniawi yang tak akan dibawa mati. Buat apa banyak parsel diterima kalau ia tak pernah berbagi. Buat apa ia berbagi kalau hanya ingin dipuji. Buat apa ia dikunjungi kalau tak pernah mengunjungi. Setiap tahunnya selalu ia yang dikunjungi tanpa pernah mengunjungi orang lain dibawahnya. Jika memang niatnya menjalin silaturahmi kenapa tak setiap tahun tuan rumahnya berganti? Jadi, mungkin saja Idul Fitri ini hanya momen mengukuhkan posisi.