Sunday, December 20, 2015

Our Family Under Attack (1)


                “My family, your family, our familly are under attack.” Kalimat ini dengan lantangnya disuarakan Bu Elly Risman saat membuka seminar parenting dengan tema “Mempersiapkan Anak Tangguh di Era Digital”. Mendengar ucapan Bu Elly yang bernada peringatan keras ini, saya membuka mata dan telinga lebar-lebar untuk menyimak ilmu yang sangat bermanfaat ini. Bu Elly mengungkapkan bahwa orang tua saat ini tidak bisa dengan santainya menganggap bahwa anak-anak mereka baik-baik saja. Banyak pula orang tua yang tidak siap menjadi orang tua. Untuk menjadi orang tua, kita tidak bisa menimba ilmunya melalui bangku sekolah. Karena itu, ilmu dari seminar parenting ini setidaknya akan menjadi bekal bagi saya ketika kelak menjadi orang tua.
                Ketidaksiapan orang tua menjadi orang tua menjadi salah satu celah ancaman bagi keluarga kita. Ketidaksiapan menjadi orang tua disebabkan karena orang tua tidak menguasai tahapan perkembangan anak dan bagaimana cara otak bekerja. Dua hal mendasar ini akan berpengaruh pada kepribadian dan masa depan anak. Salah satu bentuk ketidaksiapan orang tua terlihat dari cara bicara mereka. Bu Elly mengungkapkan ada 8 kekeliruan dalam komunikasi:
      1.       Bicara tergesa-gesa
Sudah menjadi rahasia umum bahwa orang tua, khususnya ibu digambarkan cerewet dan bawel. Lihatlah bagaimana ketika orang tua mengomel pada anak-anaknya. Umumnya, orang tua bicara begitu cepat dan panjang lebar. Ini salah satu bentuk kekeliruan dalam berkomunikasi. Bicara panjang lebar dan tergesa-gesa akan menghasilkan masuk kuping kanan keluar kuping kiri.
2.     Tidak kenal diri sendiri
Sangat mudah bagi kita untuk menggambarkan orang lain yang kita kenal. Namun, sulit bagi kita untuk menggambarkan diri sendiri. Hal ini dikarenakan kita tidak mengenal diri sendiri.
      3.       LUPA bahwa setiap individu itu UNIK
Selain tidak mengenal diri sendiri, kita seringkali lupa bahwa setiap individu memiliki keunikannya masing-masing. Seorang anak akan membawa setidaknya 350 sifat dari ayahnya dan 350 sifat dari ibunya. Kita tidak tahu sifat mana yang akan muncul lebih dominan. Sifat-sifat yang muncul ini tentunya berbeda untuk setiap anak yang bersaudara meski mereka sama-sama mewarisi sifat bawaan dari ayah dan ibunya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap individu itu unik.
      4.       Kebutuhan dan kemauan BERBEDA
Seringkali kita tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan kemauan. Kita bertindak lebih banyak sesuai kemauan bukan kebutuhan. Hal ini menjadi faktor kekeliruan orang tua dalam berkomunikasi.
      5.       Tidak bisa membaca bahasa tubuh
Orang tua dituntut untuk bisa membaca bahasa tubuh yang ditunjukkan anak. Kegagalan dalam berkomunikasi bisa jadi akibat orang tua yang tidak mampu membaca bahasa tubuh anak.
      6.       Tidak mendengar perasaan
Selain bahasa tubuh, orang tua juga harus mampu mendengar perasaan anaknya. Ketidakmampuan orang tua memahami perasaan anaknya maka komunikasi dengan anak tidak dapat terjalin dengan baik.
      7.       Kurang mendengar aktif
Saat orang tua bicara dengan anak, biasanya orang tua akan menjadi pihak yang lebih aktif berbicara daripada mendengarkan. Seharusnya, orang tua lebih banyak mendengar daripada berbicara.
     8.       Cara bicara yang keliru
Umumnya, orang tua bicara menggunakan gaya bicara yang tidak tepat terhadap anaknya. Setidaknya ada 12 gaya bicara populer yang biasa dilakukan oleh orang tua: memerintah, menyalahkan, meremehkan, membandingkan, mencap/melabeli, mengancam, menasehati, membohongi, menghibur, mengkritik, menyindir, dan menganalisa.

Kekeliruan ini dapat berakibat buruk terhadap anak. Bu Elly menyebutkan bahwa kekeliruan ini dapat melemahkan konsep diri anak, membuat anak diam, melawan, menentang, tidak peduli dan sulit diajak bekerja sama, merasa tidak berharga dan tidak percaya diri serta tidak terbiasa berpikir, memilih dan mengambil keputusan bagi dirinya sendiri.


Saturday, November 14, 2015

Dunia Bising

Manusia berkumpul di dunia maya. Dunia yang bising hanya karena sesuatu yang viral. Musim yang ada di dunia maya cepat berganti, tak seperti musim semi, musim panas, musim gugur atau pun musim dingin. Dalam hitungan jam trending topik berganti. Kebisingan dalam dunia ini seperti terarah pada trending topik yang menjadi nomor wahid.

Sebuah insiden dapat membuat seseorang mengubah bendera negaranya. Apa yang hendak kau tunjukkan dengan bendera itu? Tagar #pray yang kau tuliskan apakah benar itu yang kau lakukan? Atau hanya sebuah hiasan? Apakah tagar itu kau selipkan dalam doamu ketika berkomunikasi dengan Tuhanmu?

Tak perlulah kau tunjukkan tagar itu kalau hanya sebagai pajangan belaka. Lisanmu kadang tak sejalan dengan tagarmu. Jarimu mengetik pray, namun lisanmu enggan melafalkannya. Tak perlulah kau ganti fotomu menjadi bendera atau lambang duka. Ku yakin di dalam hatimu kau ikut berduka. Lisanmu yang melantunkan doa apalagi sembunyi-sembunyi, itu lebih baik daripada sekedar tagar atau foto profil.

Janganlah kau pilih-pilih dalam berdoa. Sekarang kau tunjukkan #pray4paris namun kau bungkam pada yang lain. Bukankah sebaiknya doamu itu lebih general?

Tak perlulah kau menambah bising dunia maya dengan tagar dan kecamanmu kalau kau hanya bisa diam dan menutup mata dalam dunia nyatamu. Dunia bising itu hanya akan ramai untuk trending sekejap. Namun doamu dalam hening, tak perlu menunggu trending topik menjadi-jadi. Tak perlu berhenti hanya karena trending topik berganti. Doamu untuk bumi dan segala isi alam ini akan jauh lebih berarti.

Tuesday, November 3, 2015

Healer

Jalan ceritanya memang tidak sekuat Pinocchio, tapi memang drama ini sama-sama membuat SuMo a.k.a susah move on. Konflik dalam industri medianya kurang tergali dan terkesan membingungkan serta kurang fokus. Konfliknya melebar kemana-mana. Kalau hanya melihat jalan ceritanya saja, pasti akan terasa biasa saja. Tapi bumbu romansa manis ditambah penampilan kece Ji Chang Wook bikin drama ini menyihir penonton. Meski aku kurang suka pemeran utama wanitanya, si Healer ini sudah menghipnotis penonton dengan aksinya. Tapi drama ini terasa seperti City Hunter terutama bagian akhirnya. Selain itu, pemeran utama wanita yang sama-sama diperankan oleh Park Min Young selalu membuatku membandingkan drama ini dengan City Hunter. Overall, ini drama biasa tapi dengan pemeran utama pria yang tak biasa. Ga heran Ji Chang Wook jadi saingan Lee Min Ho dalam hal popularitas. Ga banyak analisis yang bisa dilakukan di drama ini dan ga ada dialog yang menarik perhatianku untuk dikutip. Tapi yang pasti, sosok Healer sudah mencuri hati ini. Another bias, maybe?

P.s. Soundtracknya bikin meleleh setiap kali mendengarnya. Emang deh MLTR jagonya bikin lagu cinta nan romantis.

Saturday, October 10, 2015

Pemeran Utama

Apa kau saja karakter utama?
Aku juga karakter utama. -She Was Pretty, ep 8-

Akulah karakter utama dalam cerita hidupku. Mungkin bagi orang lain aku hanyalah karakter pendukung. Meski hanya dipandang sebagai karakter pendukung, aku tetap layak mendapat sorotan layaknya karakter utama.

Dulu aku sering berpikir seperti ini saat bersama teman yang jauh lebih cantik, pintar dan menarik. Saat berjalan bersama teman macam ini, aku nampak seperti butiran debu yang tidak berarti. Di episode 8 ini, SWP benar-benar membuatku berpikir bahwa aku seperti Kim Hye Jin. Jika dibandingkan dengan Min Ha Ri sahabatnya, Hye Jin jauh dari kata menarik secara fisik. Tapi sebenarnya dia orang yang unik dan menarik jika kita menggali karakternya lebih dalam. Dibalik fisiknya yang tampak tidak menarik, ada pribadi yang ulet, cerdas, ceria dan banyak kelebihan lainnya yang tidak ditemukan dalam diri Ha Ri. Orang seperti Hye Jin ini awalnya seperti tak diharapkan namun orang yang telah mengenalnya pasti akan merasa kehilangan jika tidak ada dia.

Sejak dulu aku selalu punya prinsip bahwa kecantikan hati jauh lebih penting daripada kecantikan fisik. Mungkin terdengar seperti seorang pecundang yang berlindung dibalik kata-kata bijak. Ya, awalnya memang seperti itu. Aku seperti seorang pecundang dengan banyak kekurangan secara jasmani yang membela diri atas nama inner beauty. Aku seperti Hye Jin yang berkawan bahkan bersahabat dengan seorang wanita yang lebih cantik, cerdas dan populer. Ketika jalan bersama kawan macam ini, perhatian hanya tertuju pada kawanku ini. Aku hanya terlihat seperti seorang dayang-dayang. Aku benci setiap kali ada dalam situasi seperti ini. Tapi aku selalu berusaha menghibur diri dengan jurus ampuh inner beauty. Namun, seiring berjalannya waktu, temanku yang cantik, cerdas dan populer ini tak sesempurna yang aku bayangkan. Kenyataan bahwa dibalik kecantikan, kecerdasan dan ketenaran itu selalu terselip sifat dan sikap jelek dia yang menyebalkan membuat aku patah hati. Ia tak sesempurna putri-putri dari negeri dongeng. Aku berpikir bahwa aku telah salah menilainya. Kecewa, itu yang kurasa. Lama-lama aku meyakini bahwa memang betul kecantikan hati itulah yang paling utama.

Sejak itu, aku lebih percaya diri. Aku berusaha menjadi diriku sendiri dengan segala kekurangan dan kelebihanku. Aku ingin menjadi pribadi ceria, cerdas dan menarik seperti karakter Kim Hye Jin. Biarlah orang lain menemukan kecantikan dari dalam hatiku bukan dari ragaku.

Wednesday, July 22, 2015

Remember You, Remember Three Previous Dramas

Drama yang satu ini, sesuai dengan judulnya, membuat kita teringat sesuatu. Remember You atau Hello Monster berkisah seputar polisi dan konsultan polisi. Misteri berbagai kasus kriminal banyak ditemukan di sini, khususnya pembunuhan. Sepanjang sepuluh episode ini, setidak-tidaknya menemukan persamaan dengan tiga drama sebelum ini.

Di awal-awal episode kita disuguhkan flashback yang menjadi latar belakang Lee Hyeon, sang pemeran utama. Saat menonton episode ini seperti menemukan You Are All Surrounded dalam alurnya. Mungkin karena melibatkan sebuah tim detektif. Struktur timnya pun mirip, sebuah tim dengan satu orang detektif wanita.

Semakin ke episode pertengahan dimana beberapa kasus pembunuhan bermunculan, semakin tebawa ke drama lainnya: Sensory Couple. Ada kasus pembunuhan berantai dengan modus operandi yang serupa dengan kasus di Sensory Couple, yakni penculikan dan pembunuhan dimana mayatnya ditemukan tujuh hari kemudian. Pembunuhnyasama-sama seorang psikopat. Bedanya, tidak ada barkode di lengannya. Untuk membongkar kasus ini, seorang detektif wanita menjadi korban penculikan yang tidak disengaja. Lagi, hampir serupa dengan alur cerita di Sensory Couple.

Terakhir, konflik antara Lee Hyeon dengan adiknya yang sudah lama terpisah. Konfliknya mirip dengan konflik yang dialami Dal Po dan kakaknya. Kakak dan adik terpisah belasan tahun. Selama terpisah ternyata salah satu dari mereka menjadi pembunuh. Salah satu hal yang mendorong ia menjadi pembunuh adalah karena saudaranya tidak mencarinya lebih cepat. Ini terjadi antara dua pasang kakak beradik ini. Bedanya, di Remember You, sang adik menjadi pembunuhnya sedangkan di Pinocchio sebaliknya.

Apa kemiripan ini bisa dikatakan intertextuality? Ish, bahkan menonton drama Korea saja masih bisa menemukan potongan-potongan puzzle materi kuliah. Thanks to all lecturers, sekarang menonton drama atau film saja tidak lagi sekedar hiburan. Banyak hal yang bisa diamati, dianalisis dan disimpulkan bahkan dikritisi.

Thursday, July 16, 2015

Gru: Pencuri Bulan tapi Orang Tua Penyayang

Entah untuk ke berapa kalinya aku menobton Despicable Me. Namun, malam ini berbeda. Aku mendapat sosok lain dari Gru.

Selama ini tingkah polah Margo, Edith dan Agnes juga para Minion mencuri perhatianku sehingga aq luput memperhatikan Gru. Otak kritisku hari ini lebih peka. Mungkin akibat doktrin-doktrin zaman kuliah sastra dulu. *Lupakan tentang kuliah*

Kembali ke Gru. Gru itu digambarkan sebagai penjahat yang tengah merencanakan aksi terbesar sepanjang masa yakni pencurian bulan. Sejak kecil Gru memang terobsesi dengan bulan. Ia mulai menggambar bulan, membuat purwa rupa roket dari makaroni, membuat roket sungguhan sampai akhirnya mencuri bulan. Saat menjelaskan obsesinya terhadap bulan ini, Gru kecil tidak mendapat respon positif dari ibuny. Ibunya terkesan mengacuhkan Gru dan relatif meremehkan Gru.  Ya itu menurut interpretasi saya. Gru sepertinya tumbuh tanpa perhatian yang cukup dari ibunya. Ya mungkin kind of praiseless. Dingin. Itu yang tergambar dari sikap ibunya Gru.

Di sisi lain, Gru terpaksa mengadopsi Margo, Edith dan Agnes untuk memuluskan rencananya. Meski awalnya ia berniat memperalat anak-anak itu, tapi pada akhirnya Gru tulus menyayangi mereka. Di sinilah menariknya. Gru dibesarkan oleh ibu yang kurang hangat dan terkesan cuek. Namun Gru mampu menjadi orang tua yang baik, perhatian dan lembut (terlepas dari penampilannya yang menakutkan). Mungkin apa yang Gru rasakan saat kecil membuat dia bersikap menjadi orang tua yang lebih baik dari ibunya. Terlihat perubahan Gru, mulai dari acuh tak acuh sampai dengan hangatnya memberi kecupan selamat malam. Ooouuuhhhh...

Sisi Gru seperti ini yang aku suka. Padahal Gur juga anak-anaknya tak tahu persis kehangatan sebuah keluarga. Tapi mungkin itulah yang akhirnya membuat Gru menjadi penyayang pada anak-anak yang sebelumnya tidak mendapat kasih sayang.

Kelak aku ingin mencontoh Gru. Aku ingin menjadi orang tua yang hangat dan senantiasa mengekspresikan kasih sayang pada anak-anakku kelak. Aku ingin menjadi orang tua yang lebih baik dari orang tuaku. Cause I know how it feels. Growing up with less affection and warmth.

Tuesday, July 14, 2015

Idul Fitri: Momen Mengukuhkan Posisi

Apa makna dari Idul Fitri? Perayaan kemenangan? Momen silaturahmi? Saatnya berbagi? Rasanya ada makna lain selain yang telah disebutkan tadi.

Idul Fitri merupakan momen silaturahmi dimana banyak orang melakukan kunjungan ke sanak saudara, kerabat dan kolega. Momen ini juga dipakai untuk menggelar open house oleh beberapa orang. Pertanyaannya, siapakah yang berkunjung dan dikunjungi? Lalu orang seperti apa yang menggelar open house?

Kebanyakan orang yang dikunjungi adalah orang yang dituakan seperti orang tua, paman, bibi, kakak tertua, dsb. Tapi apa memang hanya memandang usia atau posisi dalam keluarga? Saya rasa tidak. Ada sebagian orang yang mengungjungi berdasarkan power yang lebih besar baik itu power dalam arti kedudukan atau harta. Selain itu faktor kedekatan atau keakraban pun mempengaruhi. Meski ada seseorang yang dituakan namun tidak memiliki power, jika ia memiliki kedekatan yang tinggi maka ia pun akan dikunjungi. Lantas bagaimana kalau tidak memiliki power dan kedekatan meski ia dituakan? Ya, jangan harap dikunjungi. Ia bisa mengunjungi untuk sekedar bersilaturahmi atau sekedar menunjukkan eksistensi.

Disamping hal kunjungan ini, gelaran open house tak kalah menarik untuk dicermati. Siapakah yang biasanya menggelar open house? Tak jauh berbeda dengan kasus di atas, tuan rumah open house biasanya adalah seseorang yang memiliki kekuasaan, kedudukan, materi berlimpah, popularitas dan sebagainya. Bagi orang-orang yang tidak memiliki hal di atas biasanya hanya akan menjadi tamu dalam acara open house tersebut. Karangan bunga, bingkisan, parsel hanya ditujukan bagi orang-orang penting yang kebanyakan adalah tuan rumah open house tersebut, ya kecuali bingkisan lebaran yang diterima pegawai.

Dua kasus diatas sebenarnya menggambarkan bahwa Idul Fitri di mana kita kembali suci tetap saja diwarnai oleh hal duniawi yang tak akan dibawa mati. Buat apa banyak parsel diterima kalau ia tak pernah berbagi. Buat apa ia berbagi kalau hanya ingin dipuji. Buat apa ia dikunjungi kalau tak pernah mengunjungi. Setiap tahunnya selalu ia yang dikunjungi tanpa pernah mengunjungi orang lain dibawahnya. Jika memang niatnya menjalin silaturahmi kenapa tak setiap tahun tuan rumahnya berganti? Jadi, mungkin saja Idul Fitri ini hanya momen mengukuhkan posisi.