Wednesday, November 26, 2014

From Cordova With Love

Hari ini kutulis kisah cintaku. Kisah cinta yang tak biasa. Kisah cinta sederhana dari sebuah nama kota. Entah darimana harus ku mulai, aku bingung jika harus mengungkapkan kapan tepatnya aku mulai jatuh cinta. Rasa ini mengalir begitu saja.
Kurang lebih 2,5 tahun lalu aku lolos audisi untuk berperan menjadi seorang guru di sebuah SMP. Aq mulai segala proses dari mulai reading sampai ke aktingnya. Aku membiasakan diriku dengan setting, pemain dan kru yang bekerja sama denganku. Ada satu angkatan dimana aku merasa nyaman di dalamnya. Angkatan ini ada bertepatan saat aq debut sebagai guru. Mereka anak yang manis dan pandai. Namun tak jarang aku mengalami berbagai kendala. Maklum saja sebagai guru yang baru debut, idealismeku cukup tinggi. Awalnya ini menyulitkan murid-muridku, tapi akhirnya semua dapat berjalan lancar. Hubungan guru dan siswa ini berjalan begitu saja. Kami berbagi cerita, canda, tawa dan air mata. Aku berbagi sebuah lagu yang hingga kini selalu identik dengan mereka setiap ku mendengarnya. "Count on Me" itulah judul lagu dari Bruno Mars yang selalu mengingatkanku pada mereka.
Tak terasa episode dramaku sudah menginjak periode satu tahun. Dari seorang guru biasa, aq dipercaya untuk membimbing salah satu kelas dari angkatan yang ku cintai untuk menjadi wali kelas. Pertama kali berperan sebagai wali kelas, aku bingung harus bersikap bagaimana. Berlaku layaknya ibu, aku belum bisa. Umurku dengan mereka hanya terpaut 11 tahun. Mereka seperti Kintan dan Jasmine, kedua keponakanku. Aku memutuskan untuk memperlakukan mereka seperti, adik, keponakan atau teman. Aq selalu merasa kalau aku ini seperti tutor mereka, bukan guru. Pilihan peran yang kumainkan ini membuatku semakin dekat dengan mereka. Bahkan saat libur pun ingin cepat berkumpul lagi dengan mereka. Namun, kadang aku bisa merasakan kecemburuan tatkala mereka sedang berpaling dariku. Apalagi pubertas yang mereka alami membuat sebagian dari mereka berubah. Merek mulai berpaling pada lawan jenis dan ini seringkali mereka tutupi dariku. Saat-saat seperti ini aku bisa merasakan kehilangan seorang ibu pada anaknya saat anaknya dalam masa pubertas dan berpaling dari ibunya. Tapi untungnya mereka masih bisa terbuka sehingga aku bisa menjaga mereka.
Pada 25 Nopember 2013, anak-anak memberi kejutan berupa bunga untuk guru-guru dalam rangka Hari Guru. Saat itu aku tersadar bahwa aku adalah seorang guru sekarang. Awalnya aku berpikir bahwa aku hanya mengajar dan mentransfer ilmu, tapi itu salah. Saat akhir-akhir tahun ajaran 2013-2014, aku baru sadar bahwa murid ada cerminan gurunya. Aku berpikir, "Oh, selama ini teh aku mencari nafkah sebagai seseorang yang digugu dan ditiru. Apa yang mereka lakukan itulah hasil meniru dari seorang guru." Aku tersadar bahwa profesi ini tidak main-main. Dunia akhirat taruhannya.
Kemarin adalah Hari Guru keduaku. Aku bersikap biasa. Ada murid mengucapkan selamat Hari Guru, aku hanya mengangguk dan berterima kasih. Bagiku itu tidaklah spesial. Aku merasa peran yang kujalani selama ini bukanlah peran seorang guru, tapi lebih ke kakak yang jahil, tante yang kepo serta pengajar yang galak. Maka saat itu muncul pertanyaan "Apa aku ini bisa disebut sebagai seorang guru?"
Hari ini pertanyaan itu terjawab. Aku memang belum layak disebut guru yang baik. Tapi aku sedang dalam perjalanan menuju ke sana. Suatu hari aku bisa dengan mantap menyebut diriku ini guru dan memposisikan diri serta bersikap layaknya seorang guru. Dan untuk menjadi seorang guru, aku memiliki cinta dan dukungan setidaknya datang dari nama sebuah kota, Cordova. Aku tak menyadari betapa aku punya cinta yang besar dari keluarga Cordova. Padahal selama ini anak-anak itu tak luput dari ketegasanku, kekesalanku dan kebawelanku. Terima kasih kiddos. Kasih sayang kalian membakar semangat untuk mengantar kalian ke SMA terbaik bagi kalian dengan bekal ilmu (bukan nilai) yang memadai sebagai pondasi belajar di SMA kelak.
Foto dalam kisah ini adalah potret cinta yang dibingkai untaian kata. Kini, izinkan aku melukiskan cintaku untuk Galasix, khususnya Cordova dalam sebuah surat cinta "From Cordova With Love"

No comments:

Post a Comment